OBROLAN SEHARI-HARI BERBUNTUT PENCEMARAN NAMA BAIK
BISA DI PIDANA
Perbuatan tidak menyenangkan bisa berakibat parah bagi pelakunya andai tindakan tidak menyenangkan tersebut bukan disukai atau tidak diterima oleh pihak yang menjadi korban dari perbuatan tidak menyenangkan. Perbuatan tidak menyenangkan ditata dalam Bab XVIII tentang kejahatan terhadap kemerdekaan orang. Pasal 335 KUHP membunyikan seseorang melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan suatu perbuatan yang tidak menyenangfkan baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain diancam pidana penjara paling lama satu tahun.[1] Informasi menurut Pasal 1 angka 1 UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik melafalkan suatu keterangan, pernyataan, gagasan, fakta dapat didengar dan dibaca disajikan dalam berbagai kemasan dan format TIK ataupun nonelektronik.[2]
Hoax yakni kabar, berita, atau informasi yang didalamnya memuat pernyataan tidak benar, mengandung dusta, tidak sesuai dengan apa yang sedang terjadi.[3] Pemberitaan bohong memiliki maksud untuk membohongi masyarakat terbuka sehingga ada kelebihan manfaat yang diperoleh dari pembuat berita. Keuntungan dapat berupa kemauan si pembuat berita untuk minggiring pendapat atau tanggapan dari masyarakat. Setiap orang sengaja disertai tanpa hak menyebarkan berita bohong untuk mengakibatkan kerugian konsumen pada transaksi elektronik dipidana penjara paling lama enam tahun adalah bunyi aturan yang ditemukan dalam Pasal 28 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008. Dasar hukum aturan lain perihal tindak pidana penyebaran berita bohong atau hoax dijabarkan dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.[4] Bunyi pasal-pasal tersebut diantaranya:
Pasal 14 ayat (1) |
Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 (sepuluh) tahun.[5] |
Pasal 14 ayat (2) |
Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya 3 (tiga) tahun. |
Pasal 15 |
Barang siapa menyebarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara, setingi-tingginya 2 (dua) tahun. |
Pencemaran nama baik atau penghinaan dapat dipahami artinya sebagai bentuk perbuatan atas mengincar kehormatan pribadi seseorang dengan metode menuduh sehingga kenyamanan batin pribadi orang itu merasa dirugikan dan malu.[6] Kehormatan ialah nilai-nilai perasaan penganugrahan tertinggi yang disanjungkan oleh masyarakat kepada seseorang atas tindakan mana dilakukan.[7] Rasa tersinggung tiap pribadi seseorang tidak dapat diukur dan memiliki derajat harga diri yang tidak sama contohnya metode melafalkan kalimat atau kata-kata “tolol” atau tidak berguna. Pencemaran nama mulia menggambarkan delik aduan yang mana bisa dituntut jika diadukan oleh individu yang merasa dirugikan. R.. Soesilo mengungkapkan tuduhan wajib dialamatkan kepada perseorangan dan tidak berlaku bila halnya yang merasa terhina ini adalah lembaga atau instansi.
Kriminalisasi delik pencemaran nama mulia dimengertikan untuk melindungi nama bagus seseorang dan mendorong memperlakukan individu lain sesuai dengan harkat martabat manusia.[8] Individu atau masyarakat merasa dirugikan oleh pemberitaan pers dituduh mencemarkan namabagusnya atau merasa terhina bisa mengadu kepada aparat hukum. Penghinaan materil menunjukan penghinaan dititikberatkan pada suatu kenyataan yang menyelimuti pernyataan objektif memakai kata-kata baik secara lisan maupun secara tertulis sehingga muatan pernyataan menjadi faktor yang menentukan.[9] Penghinaan formil memfokuskan pada metode penghinaan itu dilaksanakan. Perlindungan kehormatan dan martabat sudah dijamin dalam Pasal 28 G ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang berbunyi:
(1) |
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi |
(2) |
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. |
Simons mengungkapkan tindak pidana menubuhkan suatu tingkah laku atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh Undang-Undang Hukum Pidana bertentangan dengan hukum pidana dilaksanakan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab.[10] Pertanggungjawaban pidana mengarahkan kepada pengenaan hukuman terhadap pembikin karena tindakan yang menabrak larangan atau menimbulkan suasana yang terlarang. Pertanggungjawaban pidana meliputi proses perpindahan hukuman yang ada pada tindak pidana kepada pembikinnya. Penegak hukum memaksa individu orang perorangan mempertanggungjawabkan dalam perbuatan pidana adalah melanjutkan hukuman yang secara objektif ada pada tindakan pidana secara subjektif terhadap pembikinnya. Pertanggungjawaban pidana diputuskan berlandaskan pada kesalahan pembikin dan tiada hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur tindak pidana. Kesalahan diposisikan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana serta tidak hanya dilihat sebatas unsur mental dalam tindak pidana. Perbuatan disyaratkan memenuhi elemen delik objektif adalah bahwa dalam melaksanakan tindakan itu wajib ada elemen melawan hukum.
Suatu perbuatan melawan hukum yaitu tindakan yang dilarang untuk ditaati, atau diperintahkan untuk tidak dilaksanakan semisal yang termuat dalam aturan pidana. Zainal abidin menerangkan peristiwa buruk dikatakan formil karena Undang-undang pidana melarang atau memerintahkan perbuatan itu dibersamai ancaman sanksi kepada seseorang yang menabrak hukum atau mengecualikannya.[11] Perbuatan melawan hukum dalam maksud materiil adalah suatu tindakan telah sesuai di dalam Undang-undang akan tetapi masih harus diteliti baik dari wujud atau sifatnya sehingga pembuatnya tidak dijatuhi sanksi pidana melainkan cukup diberikan sanksi dalam kaidah hukum lain. Maksud perbuatan melawan hukum materiil yaitu unsur yang berhubungan dengan asas penentuan kesalahan pembuat delik.
Penistaan Lisan dan Penistaan dengan Surat
Tindak pidana pencemaran nama mulia atau penghinaan diatur dalam Bab XVI yang terdiri dari Pasal 310 hingga Pasal 321 KUHP. Pasal 310 KUHP mengaturkan tentang penghinaan menista secara lisan dan tertulis yang berbunyi:
(1) |
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,00(empat ribu lima ratus rupiah).[12] |
(2) |
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500,00 (empat ribu lima ratus rupiah). |
(3) |
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. |
Unsur-unsur Pasal 310 KUHP memuat ketentuan sengaja, menyerang kehormatan, menuduh melakukan suatu perbuatan, dan memenuhi maksud supaya diketakui terbuka. Sengaja tergolong unsur subjektif yang diarahkan terhadap tindakan. Individu mengerjakan suatu tindakan dengan sengaja wajib menghendaki perbuatan itu dan wajib mengerti sebab akibat dari perbuatan tersebut. Suatu tindakan diperbincangkan sudah dilaksanakan dengan sengaja apabila si pelaku menyadari atau menginginkan untuk melaksanakan suatu tindakan serta ia mengetahui dan menginginkan akibat yang terjadi dari tindakan itu. Menyerang bukan berarti menyerbu melainkan melanggar kehormatan yang dianugrahkan oleh masyarakat umum kepada seseorang baik atas tindakannya maupun derajat kedudukannya. Pelanggaran Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dimuat pengecualian sebagai “alasan untuk tidak dapat dihukum” andaikata sudah bertindak pada suatu tindakan menista atau menista dengan surat sebagaimana diperintah dalam bunyi ayat (3) Pasal 310 KUHP.
Prof. Satochid Kartanegara, S.H. mencetus gagasan “bila penuduh menyatakan atas tindakan itu dilancarkan untuk kepentingan umum maka ini berarti bahwa kepentingan umum dengan tuduhan itu diuntungkan”. Hal senada diperkuat oleh tanggapan Mr. Tirtaamidjaja yang membunyikan “hanya hakim yang mencetuskan apakah orang itu telah bertindak untuk kepentingan umum atau membela diri karena terpaksa akan tetapi ia baru berbuat demikian kalau orang yang melakukan perbuatan itu menyandarkan diri pada hal itu”.[13] Pribadi orang melaksanakan tindak pidana pencemaran secara lisan maupun tertulis dipersilahkan untuk membuktikan atas tuduhan, bilamana gagal atas membuktikan dan memuat dengan apa yang bertentangan atas diketahuinya maka pribadi orang itu dinyatakan telah melakukan fitnah. Fitnah dimengerti maksudnya sebagai wujud atas perkataan menunjuk menjelekkan orang.[14] Dasar hukum fitnah ditemukan dalam aturan Pasal 311 KUHP yang membunyikan sebagai berikut:
(1) |
Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan, jika ia tiada dapat membuktikan dan jika tuduhan itu dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun |
(2) |
Dapat dijatuhkan hukuman pencabutan hak dalam pasal 35 No. 1-3. |
Penghinaan Ringan
Penghinaan ringan adalah wujud ke empat dari tindak pidana dengan ketentuan menuduh suatu tindakan terhadap individu masuk kedalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Penghinaan ringan diatur dalam Pasal 315 KUHP yang membunyikan aturan-nya sebagai berikut :
|
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum dengan lisan atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.[15] |
Aspek pengaplikasian pembuktian dihubungkan dengan unsur Pasal 315 KUHP ditandai atas adanya penghinaan dilakukan seseorang dengan tulisan yang berwujud SMS atau surat memuat isi kata-kata “Anjing, asu, musang, setan, kuntilanak, jalangkung, babi” dilakukan di tempat umum yang berwujud kata-kata makian yang sifatnya menghina dengan itikad buruk. Itikad buruk merujuk penjelasan Pasal 91 huruf c UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia adalah perbuatan yang mengandung maksud dan tujuan yang tidak baik, misyalnya pengaduan yang disertai data palsu dan atau ditujukan semata-mata untuk mengakibatkan pencemaran nama baik, keresahan kelompok, atau masyarakat. [16]Paling tepat guna dijadikan landas menjatuhi putusan bagi tindak pidana pelanggar Pasal 315 KUHP adalah penghinaan citra tubuh (body shaming).[17]
Body shaming meragakan istilah penunjukan atas kegiatan mengkritik serta mengomentari secara buruk terhadap fisik atau tubuh orang lain. Body shaming dapat diartikan tindakan menghina atau mengejek dengan mengomentari fisik serta penampilan seseorang.[18] Pencemaran nama baik melalui media digital menuangkan suatu tindak pidana khusus yang pengaturannya berada diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pencemaran nama baik dilakukan dengan menggunakan media atau perantara berupa alat elektronik canggih yang dilengkapi dengan teknologi modern baik itu dengan menggunakan telepon genggam maupun komputer yang telah terdigitalisasi yang secara mudah digunakan serta sangat cepat tersebar ke seluruh dunia maya. Seseorang melakukan tindak pidana ini akan dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang ancaman hukumannya lebih berat dari pada pencemaran nama baik umum sebagaimana yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dasar hukum pencemaran nama baik di media elektronik (dunia maya) diatur dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pasal 27 ayat (3) UU ITE berbunyi:[19]
|
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/ atau denda paling banyak 1 miliar. |
Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:
|
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapoat diaksesnya Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) |
Pengaduan Palsu atau Pengaduan Fitnah
Salah satu di antara delik penghinaan yang dinobatkan sebagai pemberatan terhadap delik pencemaran lisan serta delik pencemaran tertulis adalah delik pengaduan fitnah yang dirumuskan dalam Pasal 317 KUHP yang berbunyi:
(1) |
Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun; |
(2) |
Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan. |
Cakupan delik pengaduan fitnah adalah ada pada cara pengajuan laporan atau pengaduan tentang individu kepada penguasa sedang diketahuinya bahwa laporan atau pengaduan itu adalah palsu serta tujuannya hanya semata-mata menyinggung kehormatan atau nama bagus seseorang. Pembuktian perbuatan pengaduan wajib dipastikan sengaja atau disaksikan bahwa apa yang diadukan adalah sesuatu yang tidak betul serta akan bisa menikam pada kehormatan. Orang sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana misalnya dengan diam-diam menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain agar orang lain itu dituduh melakukan kejahatan maka tindakan kejahatan ini masuk dalam Pasal 318 KUHP tentang perbuatan fitnah yang berbunyi:
(1) |
Barang siapa dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan, menyebabkan orang lain menimbulkan secara palsu persangkaan terhadap seseorang bahwa dia melakukan sesuatu perbuatan pidana, diancam karena menimbulkan persangkaan palsu (fitnah), dengan pidana penjara paling lama empat tahun; |
(2) |
Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1-3 dapat dijatuhkan. |
Penistaan terhadap Orang Sudah Meninggal
Penistaan terhadap individu yang hilang nyawa diatur dalam ketentuan wujud khusus Pasal 320 KUHP yang berbunyi:
(1) |
Barang siapa terhadap seseorang yang sudah mati melakukan perbuatan yang kalau orang itu masih hidup akan merupakan pencemaran lisan ataupun pencemaran tertulis, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. [20] |
(2) |
Kejahatan ini tidak dituntut kalau tidak ada pengaduan dari salah seorang keluarga sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau menyimpang sampai derajat kedua dari yang mati itu, atau atas pengaduan suami (istri)nya |
(3) |
Jika karena lembaga matriarkal kekuasaan bapak dilakukan oleh orang lain daripada bapak, maka kejahatan juga dapat dituntut atas pengaduan orang itu. |
Pasal Delik pencemaran nama mulia dalam UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) yang mana berbunyi “Setiap orang sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik”. William Gibson memberikan penjelasan tentang Cyberspace sebagai hayalan yang disepakati secara terasa bersama-sama dan terpandang sama halnya ruang dunia fisik akan tetapi sebetulnya sekedar sebuah kontraksi semu yang diciptakan oleh komputer berisi data-data abstrak. Seseorang bisa masuk ke dalam sistem-sistem data serta jaringan-jaringan komputer seperti melakukan aktivitas berkomunikasi.
Contoh komplikasi pencemaran nama baik dilaksanakan di media maya bermula seorang perempuan bernama PM menghantarkan surat elektronik bermuatan pengalamannya saat dirawat di Unit Gawat Darurat (UGD) di salah satu rumah sakit ternama.[21] Lantaran tidak puas akan pelayanan publik akhirnya PM menulis surat ditujukan ke pihak manajemen. Berdasarkan Pasal 27 ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 dapat dianalisa beberapa hal. PM sebagai tersangka komplikasi pencemaran nama baik dan pihak rumah sakit menjelmakan pihak yang merasa dirugikan oleh PM sebab sudah mencemarkan nama baik rumah sakit. Wahana dipergunakan oleh PM untuk mencemarkan nama baik rumah sakit yaitu media maya. Logika bersudut hukum memandang bahwa langkah PM adalah membuat dengan sengaja, mendistribusikan atau bisa diaksesnya informasi elektronik memuat pencemaran nama baik adalah perbuatan melawan hukum.
Komplikasi pencemaran nama mulia lain dapat diambil contoh dari salah seorang warga kota Banda Aceh telah diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri nomor 131/Pid.Sus/2018/PN.Bna. Kejadian perkara bermula S selaku terdakwa mengirimkan pesan singkat (SMS) kepada MIY selaku korban dan empat rekannya korban bernama HR, CS, H, dan M dalam waktu yang sama.[22] Isi pesan singkat menyatakan klarifikasi atas perintah korban untuk meminta dana kepada seseorang bernama Khalid. Seandainya Khalid tidak terpilih maka dana bisa didapat dari calon ketua lain akan tetapi tidak beserta tuntutan transportasi dari Korban. Terdakwa memberikan masukan bahwa Lembaga Khusus tidak memberikan suara pada saat pemilihan ketua. Terdakwa sebelumnya juga mengirimkan pesan singkat (SMS) pada pertama kalinya. Isi pesan singkat menyatakan klarifikasi terdakwa kepada korban perihal laporan penghadiran bakal calon ketua.
Terdakwa menanggapi perintah korban yang dianggap curang atau tidak jujur. Terdakwa menanggapi siasat korban bahwa saat penghadiran bakal calon yang ditujukan adalah Khalid, akan tetapi korban memerintahkan HR untuk serahkan surat dukungan bakal calon. Terdakwa merasa geram dan mencela korban bertindak tidak terpuji. Terdakwa ingat betul saat rapat tanggal itu korban menganjurkan kepada para anggota Lembaga Khusus untuk kompak. HR sehabis menerima pesan singkat (SMS) langsung mengambil tindakan klarifikasi menanyakan kebetulan berita kepada korban. Korban membantah pernyataan terdakwa bahwa korban tidak pernah menyuruh terdakwa meminta dana. Atas perkara Majelis Hakim berkesimpulan sms yang dikirimkan oleh Terdakwa terhadap korban tidak bisa dibuktikan kebetulannya sehingga akibat dari SMS terdakwa korban merasa malu serta difitnah disebabkan muatan SMS tidak betul adanya. Berlandaskan Pasal 310 ayat (2) KUHP perihal pencemaran tertulis bilamana itu dilaksanakan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka terbuka maka dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.[23]
Komplikasi-komplikasi tindak pidana pencemaran nama bagus lain melalui sosial media juga terjadi pada seorang musisi AD. Perkara pencemaran nama mulia AD berawal saat ia akan menjumpai acara deklarasi 2019 Ganti Presiden di Surabaya. Suasana kota sedang ada demo oleh sejumlah warga sehingga membuat AD memutuskan menginap pada salah satu hotel dan celakanya terjebak didalam hotel. AD pada peristiwa terjebak sempat membuat vlog dan saking kesalnya kepada pendemo pro pemerintah AD mengucapkan kata “idiot” dalam vidio yang di masukan kedalam media sosial berupa akun YouTube.[24] Aksi AD dilaporkan oleh perkumpulan yang bernama Koalisi Bela NKRI ke Polda Jawa Timur. karena telah mencemarkan nama baik kelompok. Jaksa mengatakan atas perbuatan AD memenuhi unsur dengan sengaja mendistribusikan konten berisi penghinaan seperti yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ahli menerangkan kata “idiot” adalah pemahaman atau penyebutan kata kepada orang-orang yang daya pikirnya rendah.
KESIMPULAN
Penglompokan bentuk-bentuk tindak pidana pencemaran nama baik dapat disesuaikan pada ketentuan Pasal 310 hingga 321 KUHP. Penistaan menggunakan lisan diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Penistaan memakai media tulisan dapat dihukum menurut ketentuan Pasal 310 ayat (2) KUHP. Pencemaran nama baik mengakibatkan rusaknya nama mulianya seseorang atau reputasi yang disebabkan atas berita/ informasi yang tiada selaras dengan fakta sehingga menimbulkan kerugian. Dasar hukum digunakan seseorang untuk menjerat pelaku tindak pidana pencemaran nama baik melalui media informasi dan elektronik adalah mengacu pada ketentuan Pasal 27 ayat (3) serta ancaman hukuman pidananya ditata dalam Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Seseorang berkepentingan mengemukakan kebebasan pendapat harus patuh dan taat dikenai pembatasan dengan toleransi wajib berpedoman hukum serta sesuai dengan kebutuhan maupun alasan menghormati hak atau nama baik orang lain. Pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pencemaran nama bagus melalui layanan pesan singkat (SMS) ditinjau dari kemampuan syarat memahami derajat kerugian yang diterima oleh korban apakah merasa malu atau tersakiti batinnya.
REFERENSI
BUKU
Heryanto, Gun Gun. (2017). Melawan Hoax di Media Social dan Media Massa. Yogyakarta: Trustmedia Publishing.
Marpaung, Leden. (1997) Tindak Pidana terhadap Kehormatan Pengertian dan Penerapannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mauludi, Sahrul. (2019). Awas HOAX!. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Moeljatno, (2007). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara.
Moeljatno. (2005). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara.
Mudzakir. (2004). Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik. Yogyakarta: Atmajaya Press.
Saleh, Roeslan. (2013). Pikiran-pikiran tentang Pertanggung Jawaban Pidana. Jakarta: Ghlmmia Indonesia.
Soesilo, R. (1996). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.
Tirtaamidjaja. (1955). Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Fasco.
JURNAL
Ali, Mahrus. (2016) Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (KJajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009). Jurnal Konstitusi, 7(6).
Chairani, Lisya. (2018) Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta Analisis. Jurnal Ilmiah Buletinpsikologi, 26(1).
Pangemanan, Denis A. (2019) Delik Pencemaran dan Pencemaran Tertulis terhadap Orang yang Sudah Mati Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Lex Crimen, 8(4).
Putra, Sandy Arista dan Erna Rusdiana. (2019) Kualifikasi Tindak Pidana Atas Perbuatan Body Shaming oleh Netizen. Simposium Hukum Indonesia, 1(1).
Ratnawati, Erna Tri Rusmala. (2021) Perlindungan Hukum Bagi Korban yang Dirugikan Akibat Penyebaran Berita Bohong. Pranata Hukum, 3(1).
Salam, Abdul dan Gindo Hermanto. (2011) Tinjauan Terhadap Delik Pencemaran Nama Baik yang Dilakukan dengan Media Internet Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Lex Jurnalica, 8(2).
Sukmawati, Ni Made Yeni, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi dan Ni Made Sukaryati Karma. (2021) Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penghinaan Citra Tubuh (Body Shaming). Jurnal Konstitusi Hukum, 2(3).
Zainal, Asrianto. (2016) Pencemaran Nama Baik Melalui Teknologi Informasi Ditinjau dari Hukum Pidana. Jurnal Al-‘Adl, 9(1).
SKRIPSI/ TESIS
Akhyar, Rofiq. (2019). Peran Hukum Negara dalam Memposisikan Pelaku Pembuat Hoax (Studi Komparasi Hukum Islam dan Hukum Positif), Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta.
Candra, Andi. (2017) Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Perbuatan Tidak Menyenangkan (Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.B/2013/PN.Sidrap). Skripsi, Tidak Diterbitkan. Fakultas Hukum. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Sagala, Arianda Pratama. (2020) Analisis Putusan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik yang Dilakukan Melalui Media Informasi dan Elektronik (Studi Kasus Putusan Nomor: 131/Pid.Sus/2018/PN.Bna), Skripsi, Tidak Diterbitkan. Fakultas Hukum. Medan: Universitas Sumatera Utara.
PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
INTERNET
Admin. (2019) Teori Pertanggungjawaban Pidana. https://info-hukum.com/2019/04/20/teori-pertanggungjawaban-pidana/
Juli Hantoro, Kasus Kata Idiot, Ahmad Dhani Dituntut 1,5 Tahun Penjara, https://nasional.tempo.co/read/1198488/kasus-kata-idiot-ahmad-dhani-dituntut-15-tahun-penjara.
[1] Candra, Andi. (2017) Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Perbuatan Tidak Menyenangkan (Studi Kasus Putusan Nomor 222/Pid.B/2013/PN.Sidrap). Skripsi, Tidak Diterbitkan. Fakultas Hukum. Makassar: Universitas Hasanuddin, h. 3.
[2] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
[3] Heryanto, Gun Gun. (2017). Melawan Hoax di Media Social dan Media Massa. Yogyakarta: Trustmedia Publishing, h. 92.
[4] Ratnawati, Erna Tri Rusmala. (2021) Perlindungan Hukum Bagi Korban yang Dirugikan Akibat Penyebaran Berita Bohong. Pranata Hukum, 3(1), h. 95.
[5] Akhyar, Rofiq. (2019). Peran Hukum Negara dalam Memposisikan Pelaku Pembuat Hoax (Studi Komparasi Hukum Islam dan Hukum Positif), Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: Yogyakarta, h. 104.
[6] Soesilo, R. (1996). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, h. 225.
[7] Mudzakir. (2004). Delik Penghinaan dalam Pemberitaan Pers Mengenai Pejabat Publik. Yogyakarta: Atmajaya Press, h. 17.
[8] Mauludi, Sahrul. (2019). Awas HOAX!. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, h. 123.
[9] Zainal, Asrianto. (2016) Pencemaran Nama Baik Melalui Teknologi Informasi Ditinjau dari Hukum Pidana. Jurnal Al-‘Adl, 9(1), h. 62.
[10] Moeljatno. (2005). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara, h. 20.
[11] Admin. (2019) Teori Pertanggungjawaban Pidana. https://info-hukum.com/2019/04/20/teori-pertanggungjawaban-pidana/ diakses pada tanggal 8 Agustus 2022 pada pukul 09:40 WIB.
[12] Moeljatno, (2007). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Bumi Aksara, h. 114.
[13] Tirtaamidjaja. (1955). Pokok-pokok Hukum Pidana. Jakarta: Fasco, h. 194.
[14] Marpaung, Leden. (1997) Tindak Pidana terhadap Kehormatan Pengertian dan Penerapannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, h. 31.
[15] Putra, Sandy Arista dan Erna Rusdiana. (2019) Kualifikasi Tindak Pidana Atas Perbuatan Body Shaming oleh Netizen. Simposium Hukum Indonesia, 1(1), h. 3.
[16] Pasal 91 huruf c Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
[17] Sukmawati, Ni Made Yeni, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi dan Ni Made Sukaryati Karma. (2021) Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana Penghinaan Citra Tubuh (Body Shaming). Jurnal Konstitusi Hukum, 2(3), h. 540.
[18] Chairani, Lisya. (2018) Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta Analisis. Jurnal Ilmiah Buletinpsikologi, 26(1), h. 12-17.
[19] Ali, Mahrus. (2016) Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (KJajian Putusan MK No. 2/PUU-VII/2009). Jurnal Konstitusi, 7(6), h. 134.
[20] Pangemanan, Denis A. (2019) Delik Pencemaran dan Pencemaran Tertulis terhadap Orang yang Sudah Mati Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Lex Crimen, 8(4), h. 79-80.
[21] Salam, Abdul dan Gindo Hermanto. (2011) Tinjauan Terhadap Delik Pencemaran Nama Baik yang Dilakukan dengan Media Internet Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia. Lex Jurnalica, 8(2), h. 153.
[22] Sagala, Arianda Pratama. (2020) Analisis Putusan Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik yang Dilakukan Melalui Media Informasi dan Elektronik (Studi Kasus Putusan Nomor: 131/Pid.Sus/2018/PN.Bna), Skripsi, Tidak Diterbitkan. Fakultas Hukum. Medan: Universitas Sumatera Utara, h. 79.
[23] Saleh, Roeslan. (2013). Pikiran-pikiran tentang Pertanggung Jawaban Pidana. Jakarta: Ghlmmia Indonesia, h. 39.
[24] Juli Hantoro, Kasus Kata Idiot, Ahmad Dhani Dituntut 1,5 Tahun Penjara, https://nasional.tempo.co/read/1198488/kasus-kata-idiot-ahmad-dhani-dituntut-15-tahun-penjara, diakses pada tanggal 7 Agustus 2022 pada pukul 16:15 WIB.